Breaking
Loading...

CANDI SONGGORITI

Situs sejarah kota batu
Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 18 km sebelah barat Kota Malang, berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Peta lokasi Kota Batu Koordinat : 7° 44' 55,11" s/d 8° 26' 35,45" LS 122° 17' 10,90" s/d 122° 57' 00,00" BT
Kota Batu berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius.Kota Batu merupakan sebuah Kota Administratif 1993 di wilayah Kabupaten Malang yang sejak 2001 ditetapkan sebagai Kota Madya. Kota seluas 202,30 km² ini dipadati oleh 177.000 jiwa.
Karena pemandangannya yang indah dan asri serta suhu udara yang dingin, kota ini disebut sebagai Swiis kecil. Selain menyediakan keindahan alamnya, Kota Wisata Batu juga terdapat berbagai situs bersejarah. Mulai dari candi, rumah tua, patung, dll.
Berikut adalah beberapa peninggalan yang ada di Kota Wisata Batu.

CANDI SONGGORITI
1. Peta Lokasi
a. Alamat : Desa. Songgokerto, Kota Batu. Malang Raya
b. Kompas : Dari terminal Landungsari naik bus Malang-Kediri/Malang- Jombang turun di daerah Wisata Songgoriti. Skitar 18 km dari malang.
Lingkungan : Situs Candi Songgoriti berada didalam area Hotel Songgoriti, beberapa bagian bangunan Candi telah dibangun tanpa ketentuan Arkaeologi.
2. Sejarah & Renovasi
Candi Songgoriti, istilah ”Songgoriti” dalam bahasa jawa kuno berarti ”timbunan logam” hal ini tentu masih ada hubungannya dengan nama desa Songgokerto yang berarti ”timbunan kemakmuran”. Candi ini diperkenalkan pertama kali oleh Van I Isseldijk pada tahun 1799 M, kemudian Rigg pada tahun 1849 M dan Brumund pada tahun 1863 M. Pada tahun 1902 M Knebel melakukan inventarisasi pada situs Candi Songgoriti dan dilanjutkan dengan perbaikan (renovasi) pada tahun 1921 M. Pada saat renovasi pada tahun 1938 di dalam tanah dekat alas candi, diketemukan empat buah peti batu yang berisikan Lingga dari Emas, Yoni dari perunggu, mata uang dan kepingan emas yang bertuliskan nama dewa-dewa.
Ada sebuah Prasasti yang ditemukan tak jauh dari daerah situs Candi Songgoriti yaitu Prasasti Sangguran atau Batu Minto bertarikh 850 C atau 928 M, yang dikeluarkan atas perintah raja Wawa. Prasasti yang ditemukan di dukuh Ngandat, kota batu ini, memberitakan bahwa raja dan Mahamantri I Hino Pu Sindok bernadzar untuk menjadikan Desa sangguran wilayah watak Kanuruhan suatu perdikan dari Bhatara di suatu bangunan suci yang ada di daerah sima kanjurugusalyan di Mananjung. Yang menarik dari prasasti ini adalah disebutkannya sima khushus bagi para juru gusali, yaitu para pandai (logam). Ini sesuai dengan nama-nama desa di sekitar candi Songgoriti berada.

3. Diskripsi Bangunan Situs

Menurutnya, legenda Kota Batu dan bahkan sejarah masa lalu negeri ini, tak bisa dilepaskan dari keberadaan tempat tersebut. Ketika itu, wilayah Batu (Songgoriti) dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan Raja Sindok (Mpu Sendok). “Awal berdirinya, petinggi kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Raja Sendok untuk membangun tempat peristirahatan berdekatan dengan sumber mata air panas yang dikenal sekarang ini kawasan Candi Songgoriti,” lanjutnya.
Dijelaskan pria yang berprofesi sebagai juru kunci sejak tahun 1985 itu, dalam kamus Jawa Kuno, Candi Songgoriti diartikan sebagai timbunan logam. Candi ini ditemukan kali pertama oleh Van I Isseldijk tahun 1799 M, kemudian didalami renovasinya oleh arkeolog Belanda lainnya, Rigg tahun 1849 M dan Brumund pada tahun 1863 M. Tahun 1902 M, Knebel melakukan inventarisasi situs Candi Songgoriti dan dilanjutkan dengan renovasi besar-besaran tahun 1921 M. dan terakhir tahun 1938. Lokasi Candi Songgoriti ini sebenarnya terletak disebuah lembah yang memisahkan antara lereng Gunung Arjuna dengan lereng Gungung Kawi. Candi ini dibangun diatas mata air panas yang pada masa lalu diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bangunan candi terbuat dari batu andesit, sedangkan pondasinya dari batu bata. Secara arsitektural bangunannya terdiri atas kaki, tubuh dan atap candi, sedangkan yang sampai sekarang bisa dilihat hanyalah kaki candi dan sebagian tubuh candi sisi Timur, Utara dan Barat. Masa pembangunan Candi Songgoriti belum dapat diketahui dengan pasti, tetapi diduga candi ini berasal dari masa pemerintahan Pu Sindok, yakni masa perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sekitar abad IX - X masehi.
Candi ini banyak memiliki keunikan dibanding candi-candi lainnya. Ini bagus untuk referensi sejarah. Candi Songgoriti dibangun di atas sumber mata air panas yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bangunan Candi terbuat dari batu andesit, sedangkan pondasinya dari batu bata. Secara arsitektural bangunan Candi songgoriti terdiri atas Kaki Candi, tubuh Candi, dan Atap
Candi, namun yang tersisa sampai sekarang hanyalah kaki Candi dan sebagian tubuh Candi sisi Timur, utara dan Barat. Ukuran Candi hanya 14.36x10.00 m dan tinggi 2.44 m. Candi Songgoriti berbentuk bujursangkar dengan penampil-penampil dan hiasan berlanggam Jawa Tengah. Bidang-bidang dinding candi pada sisi relung-relung dihiasi ukiran orang berdiri. Dasar batur candi pada bagian selatan dan barat telah hilang. Pada kaki candi terdapat lobang-lobang dari mana air merembes dialirkan dari ruang candi melalui batur kepancuran (jaladwara). Di tengah bilik candi terdapat sebuah sumuran, disitu air panas menyembul kepermukaan. Masih di areal candi itu, sebenarnya pengunjung bisa melihat arca Ganesha dan arca Rsi Agastya, yang berlatarkan agama Hindu aliran Siwa. Tak seperti kawasan wisata lainnya, untuk masuk melihat Candi Songgorti ataupun Pesarean Mpu Supo, tak dipungut biaya tiket masuk alias gratis.
Mitos Air Pasang Giri
Candi Songgoriti juga menyimpan keunikan lain tiada tara yang tak ditemukan di kawasan wisata purbakala lainnya. Yakni, sumber air Pasang Giri yang dingin dan menyembul di tengah-tengah bangunan candi dan kolam kolam kecil ukuran 75 cm x 75 cm, dikelilingi sumber air panas.
Sangat unik dan sulit dimengerti akal sehat. Candi yang dikelilingi sumber mata air panas, di tengah-tengahnya menyembul sumber air mata dingin. Sumber air ini juga tak ubahnya sebagai patokan untuk stabil tidaknya pemerintahan di Malang Raya, Jawa Timur dan bahkan Indonesia. Dulu ketika ada gonjang-ganjing kerusuhan politik tahun 1998, air di sumber Pasang Giri ini langsung meluber dan beriak-riak,” jelas Mbah Cukup, juru kunci lainnya di Candi Songgoriti tersebut.
Namun, bila suhu politik di tanah air kondusif, sumber air tersebut tenang dan volumenya tetap terisi 50 persen dari total 1 meter tinggi kolam kecil itu. “Sumber air ini banyak mendapat kunjungan khusus para pejabat di masa lalu. Entah hanya untuk sekadar semedi atau melihat-lihat saja. Sumber air Pasang Giri ini sudah hampir 11 tahun ini tidak lagi beriak, setelah zaman reformasi lalu,” tambah pria yang sejak tahun 1978 menjadi juru kunci tersebut.
Letaknya persis di tengah-tengah bangunan candi bagian belakang. Sumber air dingin ini dikelilingi sumber air panas yang mengitari Candi Songgoriti. Namun tak banyak wisatawan, seperti diungkapkan Mbah Cukup, dari mereka yang mengetahui keunikan tersebut.
Jangankan soal Sumber Air Pasang Giri, candinya saja tak banyak yang tahu kalau ada di sini. Seminggu bisa dihitung yang datang kesini, sekitar 5 hingga 10 orang. Itu pun dari kalangan universitas atau sekolah dan turis asing yang datang,” tukas pria asal Pujon itu.
4. Latar Belakang Keagamaan
Diketemukannya arca Ganesha dan arca Rsi Agastya, juga ditilik dari beberapa panteon yang terdapat pada lokasi situs Candi Songgoriti maka dapat disimpulkan bahwa situs ini adalah berlatarkan agama Hindu aliran Siwa.

Punden Mbah Gadung
Keberadaan punden di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, menarik simpati petugas Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan Wilayah Kerja Provinsi Jatim. Siang kemarin, tiga petugas kepurbakalaan itu meninjau keberadaan punten yang berada di tengah perkampungan penduduk. Itu menyusul rencana penggalian peninggalan sejarah terpendam antara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batu bekerja sama dengan petugas BP3 pada Karena, Senin depan (20/4).
“Kami belum bisa memastikan apa yang terpendam di dalam, karena penggalian masih kami lakukan minggu depan. Karena, dalam catatan sejarah belum ada candi di sini,” Prapto Saptono, kasi Pelestarian dan Pemanfaatan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan Wilayah Kerja Provinsi Jatim, siang kemarin.
Hanya saja, menurut pengamatannya, punden yang bakal digali itu ditengarai candi atau tempat pemujaan di masa Kerajaan Majapahit. Dugaan itu cukup mendasar dari beberapa bagian yang saat ini masih tersisa. Seperti halnya ditemukannya beberapa peninggalan seperti yoni, lingga. Selain itu juga bisa dilihat dari bahan baku bata yang digunakan pada bangunan tersebut. “Khas bangunan masa Majapahit bahannya bata. Seperti ini,” kata dia sambil menunjuk salah satu bagian dasar punden.
Menurut dia, jika bangunan tersebut merupakan candi, maka di bagian tengah terdapat lubang semacam sumur. Di salah satu bagian pipih atau tempat pemujaan itu terdapat nawa sanga atau sembilan arah mata angin. “Biasanya ada di daratan tinggi, seperti tempat ini,” ujar dia.
Saptono manambahkan, jika penggalian yang akan dilakukan tersebut membuktikan keberadaan candi, maka akan segera ditindaklanjuti. Yakni dengan memberikan rekomendasi pada pemkot untuk melakukan penyelamatan dan pemeliharaan.
Sementara, Soewignyo, kabid Kebudayaan Disbudpar Kota Batu, menjelaskan keberadaan punden itu cukup lama. Sebagian besar bangunan yang ada saat ini bukan orisinil. Karena pada 2005 lalu warga memiliki inisiatif melakukan pembangunan punden tersebut. Untuk memperkuat adanya peninggalan sejarah, maka Disbudpar merencanakan penggalian. “Sebenarnya sudah lama juga akan dilakukan penggalian. Tapi, baru tahun ini bisa realisasi,” kata dia.
Dengan penggalian tersebut, diharapkan bisa menambah wahana objek wisata di Kota Batu, khususnya wisata warisan budaya. (yak/war/radarmalang) Penggalian situs di Punden Mbah Gadung Melati di Desa Punten, Bumiaji, Kota Batu oleh Tim Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan Jatim belum banyak membuahkan hasil. Dugaan keberadaan candi peninggalan kerajaan Majapahit hingga dua hari setelah pelaksanaan penggalian belum terbukti. Sembilan titik penggalian yang telah dilakukan belum menunjukkan adanya keberadaan bangunan tersebut. Padahal penggalian sudah berlangsung 80 persen dengan kedalaman hingga 50 sentimeter. Kuswanto mengatakan jika pada sembilan titik yang sedang dilakukan penggalian itu tidak diketemukan maka kemungkinan besar berada di bangunan tengah punden. Meski demkian, penggalian pada sembilan titik itu akan terus dilakukan hingga mencapai kedalaman sekitar 2 meter. Meski belum menemukan bangunan utama, penggalian sudah menemukan beberapa peninggalan. Seperti halnya beberapa bata kuno yang berserakan dan terpendam di dalam tanah sekitar 15 sentimeter. Batu bata kuno itu ditengarai bagian dari bekas pagar pada situs tersebut. Selain menemukan tumpukan bata kuno, penggalian itu sudah menemukan beberapa pecahan keramik dan beberapa pecahan tera kota atau semacam gerabah yang terbuat dari tanah liat.

Rumah Mpu Supo
Tak jauh dari bangunan Candi Songgoriti atau tepatnya sekitar 100 meter seberang jalan kanan Hotel Songgoriti, berdiri bangunan rumah berornamen lawas dengan cat putih kombinasi kuning biru. Tak banyak juga wisatawan tahu, kalau di dalam bangunan rumah yang dibangun tahun 1962 itu, bersemayam ‘arwah’ moksa Mpu Supo atau juga dikenal sebagai Mbah Pathok.
Rumah ini dikenal sebagai Pesarean Mbah Pathok atau Mpu Supo. Beliau moksa di tempat ini dan pertama kali diketahui berdasarkan wangsit tahun 1930-an, kalau beliau moksa di tempat ini,” jelas juru kunci, Supardi Harjoko. Tak banyak yang kenal siapa sesungguhnya Mpu Supo itu. Yang pasti, dimasa pemerintahan Raja Mpu Sindhok, selain menjadi petinggi kerajaan, Supo juga seorang pembuat keris kenamaan.
Asal usul beliau pada akhirnya tinggal dan moksa di kawasan Candi Songgoriti, ketika diperintahkan mencari pusakan kerajaan yang menghilang. “Pusaka itu bernama Keris Sangkelat. Artinya Sang Komo Lati atau Sang artinya sifat tinggi, Komo berarti hayat hidup, dan Lati sebuah ucapan. Ketika beliau pada akhirnya sampai menemukan pusaka di kawasan ini, kemudian memutuskan tetap tinggal di sini sampai moksa dan tak kembali ke pusat kerajaan,” tambahnya.
Namun demikian, sejak awal abad IX itulah, Mpu Supo bersama Rosowulan, istrinya dan Supondiro, putra tunggalnya memulai hidup baru dan membangun pesanggrahan peristirahatan bagi keluarga kerajaan dan dirinya. Hingga sekarang, kawasan ini dikenal dengan nama Songgoriti atau sangga bumi.
.
*more info*
🌏 @whiempy
📱 081333183380
📷 https://www.instagram.com/whiempy
📷 https://www.facebook.com/WhiempyGuide
📷 https://www.facebook.com/WhiempyGuide/shop
📷 https://www.facebook.com/BatuCityTour
📷 https://www.facebook.com/MalangRayaTour
📷 https://www.facebook.com/MalangRayaTravel
📷 https://www.facebook.com/MalangTravelAgent
📷 https://www.facebook.com/MalangTravelAgency
📷 https://www.facebook.com/MalangTourAgent
📷 https://www.facebook.com/MalangTourAgency
📷 https://www.facebook.com/GuideBromoMalang
📷 https://www.facebook.com/GuideMalang
.
Share this Post Share to Facebook Share to Twitter Email This Pin This

Share/Bookmark


 
Copyright © 2014. whiempy | Distributed By My Blogger Themes | Designed By OddThemes